Aku dan Kamu Layaknya Minyak dan Air

Leave a Comment

Hai, dari mana ya gue harus cerita? Gue cowo, and I'm gay. Berat rasanya harus bilang ini, tapi di sini gue cuma mau curhat aja sih. Gau gak peduli tentang kalian mau ngomong apa, cukup dengan kalian baca tulisan ini aja gua udah seneng.

Kita semua mungkin setuju kalau crush ketika SMP adalah seseorang yang paling susah dilupain. Jangankan ngelupain, denger namanya aja udah jingkrak-jingkrak ga karuan. Dan ini yang saat ini gue alamin. Gue kelas 10 SMA dan  yah, gua masih susah buat move on dari crush SMP yang bahkan belum genap dua tahun gue suka. 

Gua tau kok di totally straight, tapi suka bikin gue berharap, walaupun jelas kita gak akan pernah bisa bersatu layaknya minyak dan air. 

Setiap denger namanya atau kabarnya, hal ini bikin gue susah buat move on. Padahal gue udah komitmen sama diri sendiri kok buat move on karena gue tau dia orang yang bener-bener lurus dan normal. Udah jelas kita gak bakal bersatu. 

Gue di sini cuma ingin ngungkapin rasa kangen gue aja, kita udah susah banget buat ketemu, dia bener-bener sibuk, bahkan lebih sibuk dari wakil presiden, hehe becanda. 

-Edmund

Read More

Kupu-Kupu yang Bebas

Leave a Comment
 Malam ini rasanya sanget berbeda. Rasanya seperti hidup seorang diri di riuhnya dunia ini. 


Serangga yang bercengkrama, juga desir angin berbisik lirih. Semuany terdengar sangat jelas. Aku pun terjaga dari tidurku.


Aku selalu tau bahwa ini takkan mudah. Wajar aku menangis. Melepaskan sesuatu yang berharga selalu disertai air mata. 


Kupu-kupu itu kini terbang dengan bebas. Sudah ku buka penuh toples ini, yang harus bebas akan bebas pada waktunya. Kemudian menyisakan kenangannya. 


Walaupun aku sudah tau ini akan terjadi, tapi aku tetap takut. Pada detik ini aku sedang takut.


Namun, hal baik tidak pernah datang tanpa ketakutan. Selalu ada rasa takut pada hari pertama. 


Ayo lah, perpisahan ini baik-baik saja. Kita telah berdamai sebelum memilih jalan yang berbeda. Kataku dalam hati.


Perpisahan terbaik bagaimana pun tidak pernah ada yang baik-baik saja. Tapi, kalau memang ini yang terbaik, kita akan baik-baik saja.


      — Tinta Putih

Read More

Kupu-Kupu Seharusnya Terbang Bebas

Leave a Comment
Dua puluh empat jam dalam satu hari, namun kehadiranmu tak sampai sepuluh persen. Untuk apa aku tandai ruang diskusi dengan mu jika menyapa saja butuh waktu berjam-jam. Seperti saat ini.


Ketika matahari sudah pamit, berikut kamarku pun mulai gemerlap. Apakah rasanya selalu sesepi ini?


Kekosongan ini hanya diisi oleh rasa lelah dan jenuh. Sejak kapan semua ini terjadi? Bukan kah pada saat itu kita sangat yakin baik-baik saja? Pertanyaan untuk masa lalu, masa kini, dan masa depan. 


Dalam diam aku sering menyadari, fase di mana kamu dan duniamu, dan aku dengan milikku. Namun, apakah memang kamu selalu seperti ini? 


Kalau tidak punya waktu, lebih baik kamu bilang, jangan buat aku terus berharap. 


Mungkin lebih baik jika aku tidak pernah menangkap kupu-kupu kemudian memaksanya hidup di dalam sebuah toples. Lambat laun yang bukan pada tempatnya akan mati. Tapi, bukan kah kupu-kupu itu selalu ku biarkan hidup di alam bebas? Atau aku salah paham? 


Selebar apapun penjelasanmu, yang ku tangkap hanya satu. Saat ini, yang kau butuhkan bukan aku. Sekali lagi, bukan aku, 


      — Tinta Putih

Read More

Roti Lapis Tidak Pernah Selezat Saat Remaja

Leave a Comment
Sekolah tidak pernah mengajarkan bagaimana kita harus menjalani hidup. Pelajaran matematika kala itu pada akhirnya tidak bisa menyelesaikan utang-utang orang tuaku yang menumpuk. Bahkan pelajaran ekonomi sekalipun tidak membantu apapun di kehidupan ini. 


Pada akhirnya, ketika orang tua tidak mampu menyelesaikan masalah ekonomi, warisan tanggung jawab itu jatuh ke pada anaknya, anak pertama. 


Sebagian besar bayi memiliki tanda lahir ketika sampai di dunia. Entah dalam bentuk apapun. Mungkin saja bercak di kulitnya atau bentuk khusus yang tidak dimiliki banyak orang.


Namun, berbeda dengan diriku. Tanda lahirku bukan berupa aksesoris pada kulitku, melainkan beban. Rasanya tanggung jawab adalah tanda lahir alamiku.


Sering kali aku hanya tertawa bila ada seseorang yang berkata bahwa menjadi dewasa adalah tentang tanggung jawab yang muncul di pundakknya. Kalau begitu, aku tak pernah menjadi lebih kecil dari kata “dewasa”. 


Pernah kah kalian memakan roti lapis? Dua roti yang menumpuk bahan makanan lezat di tengahnya. Beberapa orang memakai daging, keju, atau telur. Tidak jarang pula dengan selai atau perasa manis. 


Masa remaja adalah momen tenang selama kita hidup. Apapun isi roti lapis itu, kita tetap melahapnya habis. Bahkan tanpa malu meminta tambahan. Hanya makan tanpa harus berpikiri dapatnya dari mana, memang nyaman bukan? 


Seiring dewasa, bukan hanya tinggi badan yang tumbuh dan berat badan yang berkembang. Beringingan dengan pandangan serta pemikiran baru. Rasanya hal sepele di masa lalu menjadi masalah bedar setelah kita dewasa—waktu bertemu dengan dunia yang sesungguhnya. 


Roti lapis itu tidak lagi membuatku berselera. Kalau ingin berempati, apa nikmatnya ditumpuk di antara dua roti? Tertekan dari segala arah. Berat sekali. Belum lagi digigit.


Perhatikanlah ketika roti lapis itu digigit, hanya ada dua kemungkinan : habis bersamaan atau isinya habis terlebih dahulu. Rasanya tidak mungkin bila rotinya yang pertama habis, itu akan selalu isinya.


Analogi tentang aku yang baru saja menghadapi dunia. Aku sebagai isi dan keluargaku sebagai roti. 


Aku pikir aku akan bebas sepenuhnya ketika melangkahkan kaki dari rumahku, menuju akar karir yang tak pernah ku cita-citakan. Namun, walaupun berat hati tetapi rasa ingin balas budi rupanya meluap lebih besar. 


Di negeri orang aku bergelut dengan nasib. Uang hasil kerja kerasku tak pernah 100% bersembunyi di balik dompetku. Selalu saja ikut andil menyelamatkan keluargaku. 


Aku sebagai isi selalu memotivasi diri bahwa aku tidak akan habis seorang diri. Terlepas dari pikiran cemasku akan masa depan, selalu ada ruang pikiran untuk keluargaku. Meskipun badanku lelah bekerja, selalu ada ruang untuk menahan beban keluarga. Utang ayahku, pendidikan adikku, kebutuhan ibuku. 


Hidup tak akan berat jika tidak pernah jadi dewasa. Hidup tak akan sulit jika waktu tidak pernah berdetik. 


Namun, akan aku tegaskan sekali lagi. Walaupun aku adalah isi di antara dua roti lapis. 


Aku tidak akan habis seorang diri. 


      —Tinta Putih, 30 Juli 2022

Read More

Sekeras Apapun Dunia, Musuh Kita Tetap Diri Sendiri

Leave a Comment
Pada akhirnya aku masih kalah dengan diriku sendiri. Semua niat yang berapi-api itu belum juga bersanding dengan kokoh. 


Aku yang kembali mengeluh, bukannya mencoba bertahan. Aku malah menangis, seharusnya aku bisa tetap menyemangati diri sendiri.


Kemudian menyalahkan keadaan. Bersikeras mengatakan bahwa “kerja keras atas perintah” itu lah yang sulit membuatku konsisten dengan mimpiku. 


Apa yang ku pikirkan, istirahat dulu? Waktu tak pernah memaksa untuk terus berusaha. Tapi, kegagalan tak pernah menerima satu pun alasan. 


Pikiranku akan masa depan, masa depan yang buram. Layaknya terdampar di hutan belantara, tapi punya misi untuk pergi ke kota. Pada akhirnya aku terdampar seorang diri. Sekeras apapun aku berteriak. 


Apa jadinya jika aku berhenti tiba-tiba? Apakah aku akan kelaparan? Atau aku akan menjadi mangsa hewan liar? 


Jadi, apakah berhenti senjenak bukanlah solusi terbaik?  


      — Tinta Putih

Read More

Dilema pegawai Rendah yang Bekerja Keras, Akan Jadi Apa?

Leave a Comment

Ketika memasuki hidup baru, memiliki hidup mu sendiri dengan menjadi pegawai di suatu tempat, apa yang ada di benak kalian? Apakah yang kalian rencanakan? Apakah kalian akan berniat menjadi seseorang yang sangat dapat “diandalkan” atau sebaliknya, hidup tenang di balik meja kerja mu?


Halo, ini salah satu keluhanku, pegawai baru yang belum genap 3 tahun. Dua tahun bekerja dengan lingkungan yang berbeda. Dari tempat yang senggang ke tepat yang padat. 


Perubahan lingkungan, juga kondisi pekerjaan. Tak terlepas dari beban tambahan ketika memasuki kantor yang lebih padat. 


Bukannya sombong, tapi aku berani mengatakan bahwa aku adalah salah satu pegawai kunci yang sangat dibutuhkan.l di bidangku. Bahkan alasanku dipindahkan karena memang aku atau “skill” ku dibutuhkan di sini. 


Dilema, terlepas kadang iri dengan teman yang bekerja begitu begitu begitu saja. Manusia santai, bebas, dan tidak terikat. Tidak sepertiku. Mereka memiliki waktu luang lebih banyak. Meskipun dengan bayaran yang sama. 


Aku masih mempertimbangkan, sebetulnya apa keuntungannya aku sesibuk ini? 


Energiku yang terkuras tapi apa yang aku dapatkan? 


Mereka yang punya waktu luang lebih banyak, bisa lebih matang mempersiapkan ujian wajib yang diijuti seluruh pegawai untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik. 


Mereka yang tidak begitu “bermanfaat” punya peluang lebih untuk menjdi pegawai yang punya jabatan lebih tinggi. 


Lalu apa denganku? Pegawai yang super padat, bahkan kesulitan untuk mendapatkan waktu mengembangkan diri.


Akan jadi apa seorang pegawai rendah seperti diriku yang sedang bekerja keras ini?


Satu pertanyaan. Apakah kerja kerasku ini akan kalah dengan mereka yang senggang? Bukan menyalahkan rejeki, tapi apakah hidup memang setidak adil itu? 


Pada akhirnya aku hanrus menyadari bahwa kondisi yang “tidak bisa ku kontrol ini” harus ku terima. 


Aku hanya bisa menunggu, sampai bayaran atas “kerja kerasku” tiba. 


      —Tinta Putih

Read More

Ekspetasi Tanpa Kompensasi

Leave a Comment

Sebuah hubungan terjalin sepaket dengan ekspetasi. Walaupun diriku sendiri tau betul bahwa ekspetasi kepada manusia hanya akan membawa rasa sakit dan kecewa. 


Tapi, pada akhirnya kita memang makhluk yang dirancang untuk berekspetasi. Mengontol ekspetasi atau membatasi harapan bisa menjadi salah satu cara untuk menyelamatkan perasaan. 


Hari ini aku gagal lagi. Gagal untuk mengontrol ekspetasi. Akhirnya kecewa lagi, dan lagi untuk sesuatu yang aku yakin ini tidak lebih buruk dari apa yang ku persiapkan. 


Berbicara tentang hubungan, sejauh apa salah satu dari yang lain bisa menaruh harapan, menanmkan ekspetasi. Saat ini aku tidak tau.


Masih dengan ekspetasi yang sama. Aku menaruh ekspetasi untuk lapisan ke sekian setelah setelah lapis sebelumnya hancur. Hancur tanpa adanya kompensasi. 


Hancur kemudian aku kembali kehilangan. 


Salah satu dari yang lainnya berkata bahwa aku seharusnya bisa mengerti dan memaklumi. Lalu, bagaimana dengan rasa sakit ini?


Haruskah rasa kecewa ini terus ku telan sendirian? Haruskah selalu ku terima ego 

mu? Membayar egomu dengan rasa sakit ini?


Kalau ingin bebas, lebih baik sama sekali jangan terikat. 


Kalau memang terus seperti ini, mungkin ekspetasi ini memang bukan untukmu.


Bayangan dirimu menjadi seseorang yang lebih baik, harus ku buang saat ini juga. 


      — Tinta Putih

Read More

Hubungan Bukan Tentang Ekspetasi

Leave a Comment
Mengapa rasanya begitu berat menjalani sebuah hubungan. Padahal waktu dulu aku merasa sangat menginginkannya. 


Sempat ada waktu di mana aku merasa menjadi orang paling kesepian, sendirian di bumi yang padat ini. 


Pernah berpikir sepertinya solusi dari masalahku adalah dengan memiliki pasangan, lalu bahagia. 


Aku mulai mencari jawabannya. Aku berpikir mungkin karena hubungan adalah tentang realita bukan ekspetasi. Bayangan tentang hubungan di masa lalu itu ternyata tidak valid.


Kami bahagia saja saat baik-baik saja. Lalu kami berselisih saat kamu tidak baik-baik saja. 


Mungkin aku belum siap untuk menghadapi ego dari pasangan. Sedangkan diriku sendiri masih ingin menjadi egois.


Lalu, apakah putus merupakan keputusan terbaik? 


Hubungan dilandasi dengan perasaan. Hubungan lebih banyak didominasi oleh sifat-sifat yang berhubungan dengan perasaan. 


Berpikir untuk mengakhiri hubungan memang sangat mudah. Tapi melakukannya sangat sulit, karena di sana ada perasaan yang ingin bertahan. 


Aku sadar keputusan yang terburu-buru bukanlah keputusan terbaik. 


Aku saat ini sedang dipenuhi dengan emosi dan rasa bingung. Lebih baik aku beristirahat. 

Read More

Mengejar Masa Lalu

Leave a Comment
Kehidupan seseorang perlahan menjadi lebih baik seiring waktu. Meninggalkan mimpi-minpi kecil di masa lalu. Seperti aku yang pernah mengagumi sesosok wanita ketika aku SMA, ketika aku sangat gentar karena aku bukan apa-apa. 


Pernah aku mengagumi karena senyumnya yang manis. Berhari-hari ku berusaha menggapainya tapi rasa sadar ini diri ini terlalu   sadis.


Walaupun secara akademis aku yakin bisa memukaunya, tapi bayanganku tentang wanita tidak pernah sesederhana itu. 


Untuk seukuran anak SMA, aku terlalu penakut. Dibayangi kepalsuan yang pernah singgah merenggut semua rasa, termasuk percaya diri.


Perasaan itu akhirnya kulepas dengan ikhlas tanpa pernah sekalipun aku berkomunikasi dengannya. Saat itu, yang ku ingat darinya hanya tas berwarna merah muda. 


Sekali lagi aku sampaikan, hidup perlahan membaik. Apa yang pernah hilang kini kembali. Apa yang belum pernah ada kini menjadi bagian dari diriku. 


Aku pernah egois karena berpikir akan menyelesaikan masa lalu. Mengejar masa lalu.


Namun, kehidupan berkata lain. Apa yang hilang biar lah hilang. Biar yang baru datang menjadi pengingat, bahwa aku yang sekarang jauh lebih baik, dan aku mendapatkan seseorang yang lebih baik. 


      -Tinta Putih

Read More

Ketika Hanya Aku Satu-Satunya

Leave a Comment
Di bawah lampu meja yang sudah usang, sengaja aku menenggelamkan diri dalam lautan kata. Satu per satu ombak parafrasa ku arungi, semakin jauh semakin banyak air yang ku telan. 


Belum sampai ujung, badanku mulai kaku, lautan menarikku lebih dalam. 


Ada satu gagasan yang membuatku menyadari sesuatu. Dimulai dari menyebutkan enam orang dengan siapa aku menghabiskan waktu. Apabila orang yang menhabiskan waktu bersamaku memiki pemikiran dan tujuan yang sama, kemungkinan besar aku adalah orang yang bahagia karena dikelilingi orang dengan tujuan yang sama. 


Satu per satu nama ku sirat. Semakin jauh ku menulis, semakin hampa rasanya. Sepertinya aku kurang bahagia. 


Sebagian besar mereka yang ada di daftar itu seringkali membuatku kecewa. Bukan karena mereka melakukan hal buruk, tapi karena mereka tidak memiliki pemikiran dan semangat yang sama. Yah, artinya secara tidak langsung aku hanya memaksakan pemikiranku kepada mereka. 


Rasanya bertahan hidup di lingkungan yang tidak satu frekuensi. Ada usaha yang timpang, ada rasa lelah yang tidak imbang. 


Aku mulai mempertanyakan diriku sendiri apa yang akan ku lakukan? Tetap keras ingin berubah atau melunak dan mengikuti alur mereka. 


      -Tinta Putih

Read More

Ekspetasi Tanpa Asuransi

Leave a Comment
Bagaimana rasanya hidup dengan dipenuhi perasaan yang meluap? Selama perasaan itu terjebak, rasanya terus menggumpal, perlahan yang kecil menjadi lebih besar. 


Selama tak ada siapapun di sini, perasaan itu akan selalu terjebak. 


Masa yang berat, pikiran yang padat tentang masa depan yang tak pasti. Dibayangi ekspetasi dan imajinasi tak berujung tanpa asuransi. 


Masalah ini, kenapa tak bisa jika aku pendam sendiri? Kenapa aku perlu sekali orang lain? Karena aku mulai sadar, mereka yang tak sama. Bukan aku yang mereka ingin lihat atau dengarkan. Tapi aku tetap berharap. 


Perasaanku mulai riuh, optimisme ku mulai luruh, dan duniaku mulai tak seluruh. 


Mereka yang ku anggap teman juga sahabat. Apa yang sebenarnya ku inginkan?


Konsekuensi berekspetasi, berujung kecewa pada diri sendiri. 


      -Tinta Putih

Read More

Sejarah Manis di Masa Sulit

Leave a Comment
Jika ada hal yang aku ingin pertahankan selama hidup ini yaitu adalah selalu jujur kepada diri sendiri. Walaupun sangat sulit, terkadang kita mencoba untuk menolak pemikiran atau perasaan diri sendiri. AKu tidak ingin hidup seperti itu. 


Hari ini bisa ku sebut sebagai sejarah penting. Bagaimana tidak dua tahun lebih aku ada di tanah orang, hari ini adalah hari pertama aku menghabiskan waktu dengan orang lain selain teman satu instansi. 


Hari ini mungkin bukan hari yang sempurna, banyak hal yang terlewatkan namun hari ini akan menjadi suatu kenangan yang tidak akan aku lupakan. 


Sebelum ini terjadi, aku mendapat teman baru dari mahasiswa yang magang di kantorku, saat itu ada tujuh orang yang seumuran denganku. 


Setelah masa sulit yang aku hadapi, salah satu dilema hidup, aku memberanikan untuk membuka diri kepada orang lain. Aku ingin berteman. 


Dari ketujuh orang itu, ada dua orang yang akhirnya menjadi temanku. Aku tidak peduli apakah hanya diriku yang menganggap mereka teman. Selama aku butuh mereka, aku tidak peduli. 


Aku tau ini terdengar sangat konyol bahkan sentimental. Tapi, ini salah satu caraku untuk terus bertahan hidup. Berteman—memiliki seseorang yang dapat dihubungi—menjadi sebuah kebutuhan.


Maka dari itu lah aku mengajak mereka untuk bertemu, menonton sebuah film. Empat tiket sudah ku pesan, aku, mereka, dan satu senior di kantorku. Hari ini menjadi hari yang menyenangkan. 


Namun, ada satu kejadian yang tidak terduga. Dari empat orang, dua orang berhalangan hadir tepat waktu, atau bisa dibilang hanya aku dan satu orang teman wanitaku yang hadir.


Gugup sekali, bukan main, rasanya menarik napas pun sulit. Saat itu menjadi kali pertama aku berdua dengan orang lain di tanah asing. Di samping itu kita berdua memang seorang yang pendiam.


Namun, akhirnya aku bisa mencoba untuk membuat suasana lebih santai dan tenang. Berakhir baik menurutku, sampai akhirnya temanku yang lain datang. 


Komposisi yang baik, satu wanita pendiam dan satu wanita yang sangat cerewet, membuat suasana lebih hangat dan berwarna. Sebagai seorang pengamat, berada di situ saja aku sudah senang. 


Setelah selesai makan, aku berfoto dengan mereka. Bukan foto yang bagus, haha tapi tidak apa setidaknya ada “waktu” yang bisa kami bekukan. 


Acara berlanjut dengan menonton film, Morbius. Film yang sangat baik, namun rasanya aku belum bisa terlalu mengenal tokoh tersebut. Walaupun begitu, aku tetap senang bisa menonton film itu. 


Pukul 09.00 dan kami memilih untuk berbincang sebentar sambil menikmati sosis di suata event Ramadhan. 


Kalau boleh jujur, rasanya aku ingin waktu lebih dengan mereka, rasanya senang sekali memiliki teman. Rasanya aku tidak sendirian lagi di sini. 


Akhir kata, kalau memang berkenan, aku ingin kembali menghabiskan waktu dengan mereka. Di kesempatan yang lebih baik, di suasana yang lebih baik. 


      -Tinta Putih

Read More

Tentang Kehilangan

Leave a Comment
Berbicara tentang kehilangan, aku yakin sebagian dari kita menganggapi hal itu sebagai petaka atau sebuah karma. Bagaimana tidak, hal penting nan berharga begitu saja dirampas lepas dari genggaman.


Tak jarang ku temui beberapa orang tenggelam dalam diam karena telah kehilangan. Baik itu benda, motivasi, kesempatan, bahkan orang kesayangan. Saat itu terjadi, rasa sakit selalu datang paling pertama.


Aku pun, bukan hanya sekali saja kehilangan. Dirampas Berkali-kali, jatuh lagi, sedih lagi. Sampai berpikir bahwa semesta tidak ingin aku hadir. 


Namun, rasa sakit hanya sementara. Kita semua boleh bersedih, berteriak sekeras apapun, mengeluh, bahkan mengutuk dunia sekalipun. Tapi, satu hal yang perlu kita tau : kesedihan bukan hal yang harus dipertahankan selamanya, cukup sekedarnya.


Apa yang hilang akan digantikan dengan sesuatu yang jauh lebih besar dan berharga. 


Coba ingat sekali lagi, hal apa saja yang sudah hilang, lalu ingat sekali lagi, hal besar apa yang telah datang? 


      - Tinta Putih

Read More

Kesepian

Leave a Comment
Apa yang kamu rasakan ketika dunia mulai tidak berjalan sesuai dengan yang kau butuhkan? 


Dia yang kau panggil “sayang” mulai lupa tentang keberadaanmu, kata-katamu, juga kebutuhanmu. 


Mereka yang kau panggil “teman” dan “sahabat” mulai tak terlihat bahkan sekedar untuk menyapa. 


Pekerjaan yang kau sukai berubah menjadi penindas yang tak tau berterima kasih. Tanpa peduli kondisi bahkan menelan emosi 


Kini kau hanya terduduk, dengan ruang kumuh tanpa seseorang pun di sana. Sendirian, dan benar-benar sendirian. 


Hari-hari baik tak selalu bertahan selamanya. 


Di titik ini pandangan terhadap dunia mulai berubah. Niat yang dipenuhi ragu, langkah yang dipenuhi rasa tidak percaya. 


Membawamu semakin dalam ke ruang gelap bernama kesepian. 


      -Tinta Putih

Read More

Jadi Dewasa

Leave a Comment

Hai, kamu. Gimana susahnya nurunin berat badan? Jaga makanan ya biar perut gak buncit!


Aduh, cicilannya jangan lupa dibayar, nanti bunganya meledak loh. Jangan boros ya, katanya mau nyiapin uang pensiun. 


Rasanya cape banget ya badan pegel-pegel, tapi malah susah tidur, padahal kan butuh. 


Astaga, tiba-tiba kepikiran gimana ya lanjutin pendidikan? Kan gak mau kalo pangkatnya stuck di situ terus. 


Hai, kamu. Cape ya? Maaf, tapi itu lah kalo kita mulai jadi dewasa. Punggung mulai berat. Langkah juga jadi makin jelas. 


Kamu ngeliat gak sih temen-temen kamu sekarang? Dulu waktu masih kuliah, mereka kerjanya cuma ribut terus. Gak jarang minta contekan tugas karena semalam begadang nonton bola. 


Liat deh, sekarang mereka punya kesibukan masing-masing. Gak cuma itu, mereka sekarang punya identitas. Ada yang jago main futsal, kuat gowes berkilo-kilo, sukses trading pamer portofolio, feeds instagram cantik-cantik, punya relasi luas. bahkan bisnisnya berhasil loh. 


Temen-temen yang dulu gak kebayang besarnya jadi apa, sekarang mereka jadi spesialis di bidangnya masing-masing. Kalo kamu, sekarang kesibukannya apa sih? Udah mulai berusaha belum? Jangan-jangan masih rebahan sambil scroll media sosial.


Kalo aku? Aku masih berusaha kok. Walaupun belakangan ini sering banget iri liat temen-temen yang udah punya pencapaian, gak sedikit juga punya karya. Tapi aku juga mau! Aku mau jadi spesialis. Biarkan rasa iri ini jadi motivasi. 


Hidup itu gak akan pernah jadi mudah, kawan. Berusaha bareng-bareng yuk? Kalau cape kan bisa istirahat, nanti lanjut berusaha lagi ya? Janji! 


Kalau ngerasa gak punya temen, cari aku ya. Aku juga tau kok, konsep pertemanan saat dewasa itu beda banget dibanding zaman kita sekolah. Iya, gak? 


Kalo dulu, duduk sebangku aja bisa jadi temen. Kalo sekarang, tiap hari di satu ruangan yang sama aja belum tentu kenal. 


Pertemuan dan perpisahan berjalan begitu cepat. Selama masih dikasih kesempatan ketemu seseorang, jangan disia-siain ya. 


Buat, kamu. Iya, kamu. Semangat terus ya? Jangan nyerah. Kita harus punya impian, dan kejar terus impian itu. Kalo kita berusaha keras aku yakin kok, kita pasti bisa jadi apa yang kita inginkan. 


Surat ini dari aku, seseorang yang baru saja menapaki realita. Untuk kamu, yang sedang berusaha keras dalam hidupmu. 


      -Tinta Putih

Read More

Pria Akan Selalu Jadi Tokoh Jahat

Leave a Comment
 Rasa lelah menjadikanku seseorang yang jahat, setidaknya begitu jika dibanding teman-temannya. 


“Ada tugas yang deadlinenya minggu ini?” tanya temannya di saat aku kesal dibebani tugas olehnya. 


Satu hal yang terus ku pertanyakan, apa peran seorang pasangan? 


Apakah terus berkorban satu arah demi seseorang, terlepas dari alasannya yang tidak punya “harta” dan “waktu” itu. 


Salahkah jika ku bilang aku “lelah” dengan semua keadaan dan sikap mu itu? Wajarkah jika aku disebut orang yang jahat karena aku hanya “lelah”? 


Rasanya percuma bila semua orang berteriak tentang kesetaraan gender, tidak ada yang seimbang di antara hubungan romansa. Kebenaran akan selalu condong kepada pihak wanita.


Sedangkan bagaimana dengan laki-laki? Tentu saja dituntut untuk selalu membuang emosi, ego, dan berjuang tanpa henti. 


Tanpa seorang pun tau apa yang dialaminya.


      -Tinta Putih

Read More

Apa Rasanya Jadi Hujan?

Leave a Comment
Rintik hujan memenuhi kamarku saat ini, menemani aku dengan tatapan kosong. 

“Apa rasanya ya jika aku menjadi hujan?” gumamku. 

Apa aku akan menjadi sesuatu yang lebih kuat? 

Mereka yang jatuh, dan tak kembali. Terbentur, meski tak ada yang peduli. 

      -Tinta Putih
Read More

Jangan Menyerah Ya, Diriku

Leave a Comment
Anehnya, semangatku selalu naik turun. 

Sebenarnya aku tau, konsistensi adalah salah satu kelemahan yang sulit sekali ku atasi. 

Seperti “penyakit” yang mudah kambuh. Aku yang kemarin bersemangat bisa redup saat matahari terbenam. 

Tangkapan layar yang ku lihat saat ini, adalah kebahagiaan mereka. Bukan aku, walaupun aku juga berperan. 

“Juara I Sayembara Videografi” telah menjadi jejak mereka yang tak bisa kuikuti. Aku hanya tersenyum, walaupun dalam dada aku sangat bersemangat. Di sisi rasa senang, ada rasa sedih yang mengalahkannya. 

“Apakah aku bisa mencapai prestasi tersebut?” tanyaku dalam hati. Aku hanyalah seseorang yang selalu gagal dalam kompetisi, apakah bisa? 

Nampaknya aku belun juga berkembang. Bagaimana kalau besok kita belajar lagi? Baiklah, aku tidak akan menyerah. “Tetap semangat ya diriku” ujarku seraya menutup mata. 

      -Tinta Putih
Read More

Tinta Putih

Leave a Comment
Kalau semua orang menulis, entah akan seberapa banyak tumpukan yang akan terlihat. Bahkan toko buku pun rasanya sangat sesak. 


Di ujung dunia yang lain, masih ada banyak rasa, pikiran, dan keluh kesah yang tercurah dalam susunan kata-kata. Layaknya seperti aku. 


Hidupku, lebih banyak tercurah dalam sebuah kalimat. Kadang bermakna, kadang tanpa arah, kadang sangat sulit diterka. 


Begitu lah aku, sebanyak apapun aku menulis, rasanya tetap seperti kertas kosong. Tak ada satu orang pun yang peduli.


Ribuan kata sejak saat itu sudah ku gores, walaupun dalam tinta hitam, rasanya tetap kosong, seperti tulisan dengan tinta putih. 


      -Tinta Putih

Read More

Kalau Baik-Baik Saja, Aku Ingin Selamanya

Leave a Comment

Hari ini aku bangun di hari yang cerah, tanpa hujan atau pun angin, hanya awan yang tersenyum.  Langit yang cerah namun tidak dengan hatiku. 


Masih dengan kabut masalah yang sama. Seakan sisa emosiku tertutup kabut atau mungkin tenggelam dalam sungai? Aku belum tau jawabannya. 


Aku sempat mendengar suara seseorang berbicara, namun aku tidak peduli. Kalau pun dia mengetuk pintu kamarku, aku takkan keluar bahkan untuk memberi sapa. Biarkan aku menghilang. 


Namun, waktu yang memberi luka tetap berjalan. Aku sadar akan hal itu. Tapi, apa yang ku butuhkan saat ini? Keinginan yang takkan terwujud. 


Aku hanya ingin semua kebingungan ini berakhir. Bisakah hidup tanpa memikirkan apapun kecuali keinginan diriku sendiri? Biar aku berlari di tengah hujan tanpa memikirkan kata orang lain. Biar aku berteriak kencang tanpa ada orang yang mendengar. 


Kalau di sisiku ada banyak orang, tapi mereka seakan tak melihatku. Lebih baik aku hidup tanpa orang lain. Tidak perlu lagi aku berpikir saat berbicara dengan mereka. Ini semua melelahkan.


Aku terus berpikir untuk hidup di hari esok. Dengan semua masalah yang aku terka. Kalau memang aku baik-baik saja, aku ingin selamanya seperti ini. Kalau tidak, aku tak tau harus berbuat apa. 


-Tinta Putih

Read More

Time Goes so Fast

Leave a Comment

Untungnya, pagi ini lebih tenang dari hari kemarin. I let the YouTube keep playing some musics. Walaupun AC di ruangan dingin banget, tapi gua gak kedistract sama sekali karena sibuk ngerapiin file-file di laptop.

 

I keep singing while the music plays. Gilaran deretan lagu Rich Brian yang keputar. Album The Sailor, salah satu album terbaik yang pernah gua dengerin. The musics, the beats, and the melody really hit my heart. Gua tetep coba nyanyiin walaupun banyak banget lirik yang salah.

 

At this state, yang gua pikiran bukan isi lagunya, gua yang gagal fokus karena liat album ini dirilis. It was 2018, but this song is always new in my mind. 

 

Gua inget banget. Sambil duduk di bagian depan bandara, di tengah lalu-lalang manusia-manusia asing. Dengan pandangan kosong gua dengerin pertama kali album ini rilis, 9 Agustus 2019, di bandara Hussain Sastranegara, tempat gua PKL waktu itu, tepatnya jam pulang kantor. 

 

Tanpa gua sadari, it has been 4 years ago. Luar biasa karena waktu bener-bener berjalan dengan cepat. 

 

I really miss the moment pada saat itu. Gua yang masih kurus, kepala gua yang botak, dan pake baju kemeja putih. There were so much memories. 


Maybe I have to tell you, ada kisah yang masih gua simpen di memory gua. Tentang cerita satu bulan di kutub utara. Tentang aku yang mencoba menjadi matahari, namun padam. 


I'll make the series here. 

 

      -Tinta Putih


Read More

Kamu Bersamaku

Leave a Comment
 
Ingin rasanya aku menangis
Menghempas gelisah
Mencurah resah

dan kamu di sampingku berbisik
"Tidak apa-apa, semuanya aman, aku bersamamu"

—Rahsa Reda
15/01/2020
Read More

Jatuh Tak Berkata

Leave a Comment
 
Hujan pun menyapa
Membawa kenangan
Berikut seguyur luka
Air mata jatuh tak berkata

—Tinta Putih
29/10/2019
Read More

Invisible Strings

Leave a Comment
 
Invisible strings
People don't see they won't
Even it perfectly rhythm
Nobody listens they don't

—Tinta Putih
12/10/2019

*/
Orang-orang tidak akan melihat apa yang tidak ingin mereka lihat. Sebagus apapun, seindah surga kalau pada akhirnya bukan itu yang menarik perhatian mereka. Mereka tidak akan peduli. 

Wujud tembus pandang. Hal yang dilihat saat tidak ingin melihat. 
Read More

Hari Turun Hujan

Leave a Comment
 
Hari turun hujan
Runtuhan kenangan
Percikan kekecewaan
Harum ketidakpastian
—Tinta Putih

4/11/2019
*/
Hujan selalu turun tidak sendirian. Bersamaan dengan pahitnya kenangan. 

Air yang satu demi satu jatuh, memercik.

Kekecewaan yang sudah-sudah memekik.

Memori di masa lalu akan kejamnya kenyataan.

Harum setelah hujan. Mengingatkan busuknya ketidakpastian. 
/*
Read More

Satu Pagi di Kesempatan Kedua

Leave a Comment
Rasanya pagi ini sangat berbeda dengan hariku yang lain. Ada banyak pertanyaan dan keyakinan yang seolah ingin runtuh.


Demam pagi ini sama sekali tidak ada bandingannya dengan rasa sakit semalam. Tangis paling sakit, kecewa paling berat, dan pengikhlasan paling dalam.

Entah, selanjutnya akan seperti apa.

Hari-hari yang telah ku bangun akan seperti apa jadinya. Apakah akan berubah? Sejauh apa?

Sampai detik ini aku belum menyampaikan satu hal padanya. Tentang keputusan itu.

Bila ku sampaikan. Akan bagaimana jadinya, aku tidak tahu.

-Tinta Putih

 

 
Read More

Remember, Your Mind is not Their

Leave a Comment
What do you feel when someone spill that your mind is wrong. The mind that you thought it was the best. 

They feel sorry, but it was just a word. Deep inside I can feel there’s no sorry but excuse. 

The time wrap it to be something I can believe. But who knows the inside was a knife. 

I all want to hear is a good voice from you.

Not the fact that it was my ego, not my care.

I just wan you to be better. But never understand that you have your own “decide”.

Tonight I know. I’m not anyone. But, just accept it. 

It hits me really hard. Than I lost my mind. It’s like the second life comes to me. 

-Tinta Putih
Read More

Easy to Fall

Leave a Comment
 
To easy to fall
into the deep 
Drowning
catches the breath
Keep falling
Dying
      —Tinta Putih

05/04/2020
Read More

Hati Ini Masih Saja Mati

Leave a Comment
Salah satu cara efektif untuk menenangkan pikiran adalah merapikan keadaan sekitar. Hal itu yang belakangan ini aku lakukan. 

Tapi pagi ini aku meninggalkan kamar dalam keadaan berantakan gitu aja. Bahkan mentalku pun belum siap untuk pulih. Aku bergegas mandi lalu memulai hari. 

Jalanan pagi ini lebih padat dari biasanya. Riuh klakson, ribut pedagang, dan lalu lalang polisi pagi ini rasanya lebih pekat dari hari-hari sebelumnya. 

Walaupun begitu, hati ini masih saja mati.

      —Tinta Putih
Read More

Down Deep Ocean

Leave a Comment
 
I've locked it since then
Down deep inside ocean
And you dig it down
Then break them at once
--
Terkunci dengan semestinya
Dalam lautan kenangan
Kau temukan, kau hancurkan
Terurai, tenggelamnya perasaan
      —Tinta Putih
**/
Kenangan lama yang kukunci dalam-dalam di lubuk hati yang sendu. Menyisakan goresan luka dalam. Kenangan pahitnya jatuh hati. 

Bahkan sedalam samudra yang telah kujaga selama tiga tahun lamanya. Terjaga dengan aman. 

Dan kau kini datang. Menggali perasaan dan luka dalam. Menggoresnya. Mengangkat kenangan penuh genangan air mata. 

Bahkan, dengan kasarnya kau tak hanya merusak kenangan itu. Namun sekaligus tempat dimana seharusnya Ia tersimpan. 

Rusaklah perasaan yang aku jaga. Dan hatiku ikut terluka. 
/**

 30/07/2019
Read More