Apa Rasanya Jadi Hujan?
Jangan Menyerah Ya, Diriku
Tinta Putih
Di ujung dunia yang lain, masih ada banyak rasa, pikiran, dan keluh kesah yang tercurah dalam susunan kata-kata. Layaknya seperti aku.
Hidupku, lebih banyak tercurah dalam sebuah kalimat. Kadang bermakna, kadang tanpa arah, kadang sangat sulit diterka.
Begitu lah aku, sebanyak apapun aku menulis, rasanya tetap seperti kertas kosong. Tak ada satu orang pun yang peduli.
Ribuan kata sejak saat itu sudah ku gores, walaupun dalam tinta hitam, rasanya tetap kosong, seperti tulisan dengan tinta putih.
-Tinta Putih
Kalau Baik-Baik Saja, Aku Ingin Selamanya
Hari ini aku bangun di hari yang cerah, tanpa hujan atau pun angin, hanya awan yang tersenyum. Langit yang cerah namun tidak dengan hatiku.
Masih dengan kabut masalah yang sama. Seakan sisa emosiku tertutup kabut atau mungkin tenggelam dalam sungai? Aku belum tau jawabannya.
Aku sempat mendengar suara seseorang berbicara, namun aku tidak peduli. Kalau pun dia mengetuk pintu kamarku, aku takkan keluar bahkan untuk memberi sapa. Biarkan aku menghilang.
Namun, waktu yang memberi luka tetap berjalan. Aku sadar akan hal itu. Tapi, apa yang ku butuhkan saat ini? Keinginan yang takkan terwujud.
Aku hanya ingin semua kebingungan ini berakhir. Bisakah hidup tanpa memikirkan apapun kecuali keinginan diriku sendiri? Biar aku berlari di tengah hujan tanpa memikirkan kata orang lain. Biar aku berteriak kencang tanpa ada orang yang mendengar.
Kalau di sisiku ada banyak orang, tapi mereka seakan tak melihatku. Lebih baik aku hidup tanpa orang lain. Tidak perlu lagi aku berpikir saat berbicara dengan mereka. Ini semua melelahkan.
Aku terus berpikir untuk hidup di hari esok. Dengan semua masalah yang aku terka. Kalau memang aku baik-baik saja, aku ingin selamanya seperti ini. Kalau tidak, aku tak tau harus berbuat apa.
-Tinta Putih
Time Goes so Fast
Untungnya, pagi ini lebih tenang dari hari kemarin. I let the YouTube keep playing some musics. Walaupun AC di ruangan dingin banget, tapi gua gak kedistract sama sekali karena sibuk ngerapiin file-file di laptop.
I keep singing while the music plays. Gilaran deretan lagu Rich Brian yang keputar. Album The Sailor, salah satu album terbaik yang pernah gua dengerin. The musics, the beats, and the melody really hit my heart. Gua tetep coba nyanyiin walaupun banyak banget lirik yang salah.
At this state, yang gua pikiran bukan isi lagunya, gua yang gagal fokus karena liat album ini dirilis. It was 2018, but this song is always new in my mind.
Gua inget banget. Sambil duduk di bagian depan bandara, di tengah lalu-lalang manusia-manusia asing. Dengan pandangan kosong gua dengerin pertama kali album ini rilis, 9 Agustus 2019, di bandara Hussain Sastranegara, tempat gua PKL waktu itu, tepatnya jam pulang kantor.
Tanpa gua sadari, it has been 4 years ago. Luar biasa karena waktu bener-bener berjalan dengan cepat.
I really miss the moment pada saat itu. Gua yang masih kurus, kepala gua yang botak, dan pake baju kemeja putih. There were so much memories.
Maybe I have to tell you, ada kisah yang masih gua simpen di memory gua. Tentang cerita satu bulan di kutub utara. Tentang aku yang mencoba menjadi matahari, namun padam.
I'll make the series here.
-Tinta Putih